PERAN BIOLOG DI INDONESIA PADA SAAT INI DAN YANG AKAN DATANG
Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat besar. Hal ini dikarenakan indonesia terletak di daerah tropis sehingga memungkinkan berbagai macam tumbuhan untuk tumbuh. Indonesia mempunyai 667 jenis mamalia, burung sebanyak 1.604 jenis, reptil sebanyak 749 jenis dan tumbuhan 30.000 jenis. Keanekaragaman yang sangat tinggi ini menempatkan indonesia sebagai negara yang mempunyai keanekaragaman tertinggi kedua di dunia setelah Brazil.
Namun indonesia yang 10 tahun yang lalu terkenal sebagai jamrud khatulistiwa karena hijaunya indonesia, sekarang menjadi lain ceritanya. Proses degradasi hutan berlangsung sangat cepat. Menurut FAO dan Departemen Kehutanan RI dalam YUnasfi (2008), sebesar ± 1,3 juta ha per tahun hutan di Indonesia dibabat untuk perkebunan, pemukiman dan alih fungsi lahan. Hal ini membuat indonesia menjadi tak hijau lagi jika dilihat dari citra satelit.
Walaupun indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman yang sangat tinggi, tapi hal itu belum membuat indonesia menjadi negara yang makmur. Ironis sekali ketika sumber daya alam melimpah tapi penduduk Indonesia masih kelaparan. Indonesia mempunya beranekaragam tanaman obat tapi sayangnya berbagai macam penyakit yang muncul belum kunjung ditemukan obatnya. Menurut catatan sejarah indonesia mempunya puluhan spesies padi tapi dibalik itu indonesia pada saat ini masih mengimpor padi.
Problematika di atas tentu disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai sosial, politik, budaya dan lain sebagainya. Semua lini mulai dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat harus berpartisipasi dalam menyelesaikan problematika ini.
Dalam artikel ini saya tidak akan membahas dari semua aspek permasalahan, tapi saya akan menyoroti bagaimana peran ahli biologi di Indoneisa dalam menjaga dan memanfaat keanekaragaman hayati Indonesia. Menurut saya peran ahli biologi di indonesia belum maksimal dan belum memasuki semua lini yang semestinya ahli biologi bisa eksis di sana. Sebagai contoh inisiatif untuk melindungi keanekaragaman padi justru datang dari para petani desa yang notabenenya bukan dari kalangan berpendidikan. Selain itu gerakan perlindungan satwa yang banyak disuarakan oleh LSM yang eksis dalam melindungi satwa liar yang ada di Indonesia sebagian besar anggotanya justru bukan dari orang-orang biologi. Penemuan tentang bagaimana mengelola limbah dan sampah datangnya justru dari orang Ekonomi, ibu-ibu PKK dan jarang sekali orang biologi berperan.
Contoh di atas adalah gambaran umum dari kondisi dari peran ahli biologi yang ada di Indonesia, tapi tentu ada juga segelintir biolog yang eksistensinya menguntungkan dalam penyelamatan keanekaragaman hayati indonesia. Menurut saya permasalahan ini tak lepas dari berbagai macam faktor tapi yang pasti biolog indonesia belum memberikan sumbangsih keilmuannya dalam perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam indonesia.
Mari kita lihat bagaimana Nepal melindungan keanekaragaman hayati dalam bidang pertanian melalui sistem Community Biodiversitas Management (CBM). Dalam sistem ini ada komunitas-komunitas yang fungsinya saling mendukung satu sama lain dalam melindungan biodiversitas melalui pemanfaatan in situ. Sebagai contoh dalam sistem CBM ada Community seed Bank (CSB) yang perannya memuliakan berbagai macam benih yang bisa digunakan oleh petani sewaktu-waktu dibutuhkan. Dalam sistem ini juga ada Participatory Plant Breeding (PPB), Community Based Seed Production (CBSP), Participatory Varietal Selection (PVS) dan Community Biodiversity Register (CBR) (Paudel, 2010).
Semua komunitas dalam CBM dikelola oleh masyarakat dan dibina oleh para ahli yang ditunjuk oleh pemerintah. Komunitas-komunitas yang ada di sistem CBM berhasil diterapkan dan hasilnya bisa menjadikan petani lebih makmur dan perlindungan biodiversitas juga berjalan.
Bagaimana dengan indonesia?. Pada saat ini petani indonesia seakan kehilangan tuntunan. Sebagian petani menanam tanaman yang hanya menguntungkan atau ketika harganya melambung tinggi. Ketika harga cabai melambung tinggi maka petani ramai menanam cabai, ketika padi melambung tinggi petanipun rama mengganti tanaman mereka dengan padi. Bila hal ini berlanjut maka sudah barang tentu suatu saat keanekaragaman hayati indonesia dalam bidang pertanian akan menurun dan sangat mungkin suatu saat diindonesia tidak akan ditemui spesies-spesies tanaman yang mungkin harganya rendah.
Disinilah sebenarnya ahli biologi itu seharusnya muncul. Belajar dari pengelolaan biodiversitas di Nepal ahli biologi indonesia bisa berperan dalam pemuliaan plasma nutfah, penyedian bibit unggul dan bisa sebagai pembimbing dalam pengelolaan sistem pertanian organik yang menyehatkan.
Dalam pemuliaan plasma nutfah ahli biologi bisa menyediakan berbagai macam benih padi yang menurut sejarah sudah ada di indonesia ribuan tahun yang lalu. Kemudian mensosialisasikan kepada petani untuk menanam spesies-speseis ini. Selain itu biolog juga harus bekerja sama dengan para ekonom dalam hal pemasarannya supaya petani tidak dirugikan. Jika hal ini bisa berjalan tentu keanekaragaman padi yang ada di Indonesia akan tetap terjaga.
Selain itu biolog juga bisa berperan dalam penyedian bibit unggul. Pada saat ini petani sangat dibingungkan dalam memilih bibit unggul, terutama pada saat musim tanam dan banyak kasus menyebabkan petani gagal panen disebabkan karena bibit yang tidak tersedia ataupun walaupun tersedia kualitasnya kurang memadai. Oleh sebab itu biolog seyogyanya bisa berperan dalam hal penyediaan bibit unggul melalui teknik kultur jaringan ataupun rekayasa genetika sehingga didapatkan bibit unggul yang sesuai dengan kondisi alam indonesia.
Semua itu tentu tak lepas dari peran pemerintah untuk menstabilkan harga dan menyediakan dana dalam penerapan sistem ini. Selain itu pemerintahan juga diharapkan menyediakan sistem register terhadap varietas tanaman yang ada di indonesia. sehingga pemasaran produk pertanian indonesia bisa sampai ke mancanegara. Pemerintah dan biolog diharapkan bekerjasama dalam menciptakan animo pertanian yang baik di dikalangan petani, sehingga petanipun semangat dalam bekerja.
Daftar Pustaka
Paudel, Bikasih, Pitambar Shrestha, Bir Bahadur Tamang and Abiskar Subedi. 2010. Implementing ABS Regime In Nepal Through Community Based Biodiversity Management Framework. The Journal of agriculture and Environment. Vol: 11, Juni, 2010.
Yunasfi. 2008. Degradasi Hutan Indonesia dan Usaha Penanggulangannya. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2008